Sunday, October 19, 2014

Punker Bukan Sekedar Dandanan

Standard



Oi...oi...oi... Suatu kali, jika Anda berpapasan dengan salah satu dari kelompok ini, sapa saja mereka dengan kata-kata seperti itu. Niscaya, seseram apapun tampang dan gaya mereka—dalam benak Anda tentunya—mereka pasti akan membalas dengan kata-kata yang sama, malah mungkin dengan bonus senyuman.

Jangan heran kalau mereka menunjukkan persahabatan. Kata-kata itu adalah semacam salam persahabatan di kalangan punker's (julukan buat orang-orang yang menganut gaya hidup punk). Rambut berwarna-warni berdiri tegak seperti landak—aslinya gaya rambut Indian Mohawk—baju (biasanya bertuliskan band-band kelompok punk asing) dan celana lusuh sobek-sobek, sepatu boot ala tentara, piercing di mana-mana, tatto dan satu dua orang yang menambahkan eye liner di kelopak mata untuk menambah kesan "kegelapan".

Berawal pada pertengahan tahun 60-an dan semakin menggema di awal 70-an, musik punk mulai dikenal di dunia. Saat itu, band Patti Smith, The Velvet Underground, Dolls of New York (berubah menjadi New York Dolls) mulai menebarkan gaya hidup alternatif yang menjurus bohemian (nomaden) yang berakar pada kebebasan penuh. Mereka juga menebarkan bentuk hiburan baru yang juga bohemian. Tapi semuanya berakar kepada prinsip "do it yourself" atau lakukan semuanya sendiri. Musik punk terdengar energik, pendek-pendek, agresif, cepat, dengan lirik-lirik penuh kemarahan, protes, anti perang, perlawanan (terutama pada pola hidup konsumtif) dan kadang mengumandangkan perjuangan kelas sosial yang kemudian dikenal dengan musik punk rock. Setelah era band-band itu, muncul band-band baru seperti The Ramones, The Talking dan yang melegenda, Sex Pistols.

Sejak itu, gaya rambut mohawk, pakaian lusuh dan pin mempengaruhi banyak band. Dari tempat pertunjukan legendaris CBGB di Lower East Side New York's di Amerika Serikat, musik punk lalu menyebar dan perlahan berkembang menjadi gaya hidup dan bahkan sebagai way of life.

Punk akhirnya juga sampai ke Medan pada awal 90-an. Awalnya, cuma segelintir orang yang menganutnya, lama-kelamaan jumlahnya sudah ratusan. Biasanya, mereka akan terkonsentrasi pada acara-acara musik, terutama musik underground. Saat pertunjukan musik seperti itu, biasanya mereka menunjukkan gaya khas dengan bergoyang pogo dan moshing (tarian mengikuti alur musik sambil membenturkan tubuh satu dengan lainnya). Meski terlihat keras, namun biasanya semua berakhir damai. Peace…

Mereka bisa berasal dari mana saja, bahkan mungkin dari tempat yang tak pernah Anda bayangkan. Namun, sehari-harinya perempatan jalanan adalah rumah mereka. Dengan gitar dan ukulele, mereka mencoba menghibur orang-orang yang terjebak di lampu merah. Malamnya, mereka melanjutkan ngamen di tempat-tempat makan.

Saat semakin malam, mereka berteduh di emperan-emperan rumah toko untuk tidur. Esoknya, kehidupan yang sama kembali terulang dan mesti dijalani lagi, seperti Sisifus yang dikutuk.

0 komentar:

Post a Comment